ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KELUARGA
BPK. Z TERUTAMA BPK. Z
DENGAN MASALAH
TB PARU DI KELURAHAN
JAKARTA TIMUR
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONDOK GEDE
DI
SUSUN OLEH :
LILIS
SURYANI NIM : 2720070027
MAHASISWA
FIKES PSIK (P2K)
UNIVERSITAS
ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit TBC dapat menyerang
siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana
saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru
TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Diperkirakan setiap tahun 450.000
kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3
ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta, praktek
swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian
karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua
terbesar di Indonesia. Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus
tanpa terputus walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan
yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC
akan sulit untuk disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan
anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan keluarga
penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar
tercapai kesembuhan.
Banyaknya
kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus kambuh dan kegagalan
pengobatan dan resistensi kuman karena kurang disiplinnya pasien dalam minum
obat maka penulis berkeinginan untuk melakukan
asuhan keperawatan keluarga dengan TBC.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan
keluarga dengan penyakit TBC..?”
1.3 TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan TBC
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep tahap perkembangan
2) Mengetahui tinjauan medis katarak meliputi
pengertian, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis
3) Mengetahui ciri-ciri klien TBC dengan melakukan
pengkajian keperawatan
4) Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan
TBC
5) Mengetahui tindak lanjut intervensi dalam evaluasi
keperawatan pada klien TBC
6) Mengetahui konsep proses keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
KELUARGA
2.1. Pengertian Keluarga
Keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga. (Friedman 1998).
Keluarga
adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang
dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya
sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. (Sayekti
1994).
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. (Effendy,
1998)
2.2 Bentuk atau Type Keluarga
a.
Keluarga
inti (nuclear family)
Keluarga
yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunannya, adopsi atau keduanya.
b.
Keluarga
besar (extended family)
Keluarga
inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman bibi).
c.
Keluarga
bentukan kembali (dyadic family)
Keluarga
baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau kehilangan
pasangannya.
d.
Orang
tua tunggal (single parent family)
Keluarga
yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau
ditinggal pasangannya.
e.
Ibu
dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
Orang
dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(the single adult living alone). Keluarga
dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosexsual
cobabiting family)
f.
Keluarga
yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian
family).
g. Keluarga Indonesia menganut keluarga
besar (extended family), karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku
hidup dalam satu kominiti dengan adat istiadat yang sangat kuat. (Depkes RI. 2002)
2.3. Konsep Tahap Perkembangan
Siklus kehidupan setiap keluarga
mempunyai tahapan-tahapan. Seperti individu- individu yang mengalami tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap
perkembangan yang berturut-turut. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut
Duvall dan Miller dalam Friedman (1998) adalah :
§
Tahap I : keluarga pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan
perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.
§
Tahap II : keluarga sedang
mengasuh anak
Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan.
§
Tahap III : keluarga dengan anak
usia pra sekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir ketika
anak berusia lima tahun.
§
Tahap IV : keluarga dengan anak
usia sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun,
awal dari masa remaja.
§
Tahap V : keluarga dengan anak
remaja
Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, berlangsung selama enam
hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan
keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga
berumur 19 atau 20 tahun.
§
Tahap VI : keluarga yang melepas
anak usia dewasa muda
Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan
“rumah kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah.
§ Tahap VII : orangtua usia pertengahan
Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan.
§
Tahap VIII : keluarga dalam masa
pensiun dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga
salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lainnya meninggal.
B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS
A.
Definisi
Tuberkulosis paru
adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari
paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar
limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes
RI, 2002).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Smeltzer 2001). Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun.
B.
Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. dengan
ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Kuman Mycobacterium Tuberkulosis
adalah kuman berbentuk batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive
terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Bahar,
1999: 715).
Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenani
jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman TBC menyebar
melalui udara (batuk, tertawa dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar
matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa
jam dalam suhu kamar (Dep Kes RI 2002).
C.
Anatomi Fisiologi
Paru-paru adalah struktur elastik
yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat
dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat
pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan
kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum
adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum
terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru
terletak diantara kedua lapisan pleura.
Bagian
terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura
yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan
superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua
pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah
kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser
dengan bebas selama ventilasi.
Setiap
paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah. Sementara paru kanan
mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura.
Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris
(tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus
segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus
subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus membantu
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga
dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran
transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus
alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di
dalam alveoli.
Paru terbentuk oleh
sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I
adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli
tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan
benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan
yang penting (Brunner & Suddarth, 2001: 512).
D.
Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui jalan
nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid,
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari .
Nekrosis bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini
disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta
jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi
efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa.
Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ
tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem
pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain
menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem
pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis
milier.
E. PATHWAY
F.
Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis
adalah batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan
gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1)
Demam :
terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2)
Batuk :
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan
sputum).
3)
Sesak
nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
4)
Nyeri dada
: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis.
5)
Malaise :
ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
keringat di waktu di malam hari
G.
Klasifikasi
Penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum
pengobatan dimulai. Klasifikasi
penyakit TB Paru :
1. Tuberculosis
Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan
dahak, TBC Paru dibagi dalam :
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
·
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA (+).
·
1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
2. Tuberculosis
Ekstra Paru
TBC
ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TBC
ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2. TBC
ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC
saluran kencing dan alat kelamin.
Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita
yaitu :
a)
Kasus Baru
Adalah
penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b)
Kambuh (Relaps)
Adalah
penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga hasil
pemeriksaan dahak BTA (+).
c)
Pindahan (Transfer In)
Adalah
penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus membawa
surat rujukan/pindah (Form TB.09).
d)
Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah
penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
H.
Jenis-jenis Penyakit TBC
Penyakit
tuberkulosis (TBC) terdiri atas 2 golongan besar, yaitu :
- TB paru
(TB pada organ paru-paru)
- TB ekstra paru (TB pada organ tubuh
selain paru) :
§ Tuberkulosis
milier
§ Tuberkulosis
sistem saraf pusat (TB meningitis)
§ Tuberkulosis
empyem dan Bronchopleural fistula
§ Tuberkulosis
Pericarditis
§ Tuberkulosis
Skelet / Tulang
§ Tuberkulosis
Benitourinary / Saluran Kemih
§ Tuberkulosis
Peritonitis
§ Tuberkulosis
Gastriontestinal (Organ Cerna)
§ Tuberkulosis
Iymphadenitis
§ Tuberkulosis
Catan / Kulit
§ Tuberkulosis
Laringitis
§ Tuberkulosis
Otitis
I.
Komplikasi
Komplikasi dari TB paru adalah :
- Pembesaran
kelenjar sevikalis yang superfisial
- Pleuritis
tuberkulosa
- Efusi
pleura (cairan yang keluar ke
dalam rongga pleura)
- Tuberkulosa
milier
- Meningitis
tuberkulosa
J.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1)
Pemeriksaan Diagnostik.
2)
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan
sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis
tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif
maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
3)
Ziehl-Neelsen
(pewarnaan terhadap sputum)
Positif
jika ditemukan bakteri tahan asam.
4)
Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil
tes mantoux dibagi menjadi dalam :
§ Indurasi
0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
§ Indurasi
6-9 mm (diameternya) : hasil meragukan
§ Indurasi
10-15 mm (diameternya) : hasil mantoux positif
§ Indurasi lebih dari 16 mm (diameternya) : hasil mantouk
positif kuat
§ Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra
kutan, berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
5)
Rontgen
dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
6)
Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
7)
Biopsi jaringan paru
Menampakkan
adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
8)
Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
9)
Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung
lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
10) Pemeriksaan fungsi
paru
Turunnya kapasitas
vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara pada
kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis
kronis).
K.
Penatalaksanaan
Pengobatan
TBC Paru
Paduan obat jangka pendek 6–9 bulan yang
selama ini dipakai di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH
dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain.
Untuk TB paru yang berat (milier) dan TB
Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ/7RH. Departemen
Kesehatan RI selama ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan
panduan 1RHE / 5R2H2.
Bila pasien alergi / hipersensitif terhadap Rifampisin,
maka paduan obat jangka panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE,
SHT, dan lain-lain.
Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :
- Obat
anti TB tingkat satu
Rifampisin
(R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E), Sterptomisin ( S ).
- Obat
anti TB tingkat dua
Kanamisin (K), Para-Amino-Salicylic Acid
(P), Tiasetazon (T), Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin,
Ofloksasin, Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain.
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap
yakni
Ø Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam
obat anti TB per hari dengan tujuan :
a.
Mendapatkan
konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal)
b.
Menghilangkan
keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
c.
Mencegah timbulnya resistensi obat
Ø Tahap
lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari
atau secara intermitten dengan tujuan :
a.
Menghilangkan
bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)
b.
Mencegah kekambuhan
Pemberian
dosis diatur berdasarkan Berat Badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan
lebih dari 50 kg.
Evaluasi Pengobatan.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis
(hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain),
berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol
terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada
yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5,
dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu
berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat
dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti
timbul kasus kambuh.
Ada 3
Dampak masalah dari TB Paru :
1)
Terhadap individu.
v Biologis.
Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus
menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.
v Psikologis.
Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa
oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan.
v Sosial.
Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan
keadaan penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.
v Spiritual.
Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan
karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya yang
manakutkan
v Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.
2)
Terhadap keluarga.
·
Terjadinya penularan
terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit
TB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya
pencegahan penularan penyakit.
·
Produktifitas menurun.
Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan
sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup
sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.
·
Psikologis.
Peran
keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain.
·
Sosial.
Keluarga merasa malu dan
mengisolasi diri karena sebagian besar
masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru .
3)
Terhadap masyarakat.
Apabila penemuan kasus baru TB Paru
tidak secara dini serta pengobatan Penderita TB Paru positif tidak teratur atau
droup out pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi
oleh karena cara penularan penyakit TB Paru.
Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua
kalangan, semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus
ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6
bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada system pencatatan / pelaporan.
Perawatan
bagi penderita TBC
Perawatan yang harus
dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1.
Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini
adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2.
Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk
bila diperlukan.
3.
Mencukupi
kebutuhan gizi seimbang penderita
4.
Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5.
Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada
bulan kedua, kelima dan enam
6.
Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan
pencahayaan yang baik (Depkes RI, 2002)
Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1.
Menutup
mulut bila batuk
2.
Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang
diberi lisol
3.
Makan,
makanan bergizi
4.
Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5.
Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang
baik
6.
Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002)
Prioritas Keperawatan
1)
Meningkatakan
/ mempertahankan ventilasi / oksigenasi adekuat
2)
Mencegah
penyebaran infeksi.
3)
Mendukung
prilaku / tugas untuk mempertahankan kesehatan.
4)
Meningkatkan
strategi koping efektif.
5)
Memberikan
informasi tentang proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan Pemulangan
1)
Fungsi
pernafasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu
2)
Komplikasi
dicegah
3)
Pola hidup
/ prilaku berubah diadopsi untuk mencegah penyebaran infeksi.
4)
Proses
penyakit / prognosis dan program pengobatan dipahami.
Diagnosa
Keperawatan:
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
sekret kental atau sekret darah.
Kriteria hasil
:
§ Mempertahankan
jalan nafas pasien
§ Mengeluarkan
sekret tanpa bantuan
Intervensi :
a.
Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan,
irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori
b.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif
: catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
c.
Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu
pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
d.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan
sesuai keperluan
e.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
Rasionalisasi :
a.
Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
b.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum
berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka
bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
c.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernapasan
d.
Mencegah obstruksi / aspirasi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum meningkat.
Kriteria hasil
:
§ BB meningkat
Intervensi :
a.
Catat status nutrisi pasien
b.
Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tidak
disukai
c.
Berikan makanan sedikit tapi sering
d.
Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah
dan berikan pada klien kecuali kontra indikasi
e.
Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasionalisasi :
a.
Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat
b.
Pertimbangan keinginan dapat memperbaiki masukan diet
c.
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan
d.
Membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak
lengkap informasi yang ada.
Kriteria hasil :
§ Menyatakan
pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan
Intervensi :
a.
Kaji kemampuan pasien untuk belajar
b.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
c.
Berikan instruksi dan informasi tertulis
d.
Anjurkan klien untuk tidak merokok
e.
Kaji bagaimana TB ditularkan
Rasionalisasi :
a.
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu
b.
Dapat menunjukkan kemajuan atu pengaktifan ulang penyakit
atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
c.
Infomasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi
d.
Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi
meningkatkan disfungsi pernapasan
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Kriteria hasil
:
§ Menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Intervensi :
a.
Kaji patologi penyakit
b.
Identifikasi orang lain yang berisiko
c.
Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan
pada tisu dan menghindari meludah
d.
Kaji tindakan kontrol infeksi
e.
Awasi suhu sesuai indikasi
f.
Kolaborasi dengan tim medis
Rasionalisasi :
a.
Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi
program pengobatan
b.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi
c.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien
d.
Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut
e.
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi
untuk menurunkan penyebaran infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Data Umum
1)
Nama
Kepala Keluarga : TN.
Zaini
2)
Alamat
& Telepon :
Jl. Jt. Waringin Rt.005/Rw.02
Masjid AR-ROYAN
3)
Pekerjaan
Kepala Keluarga : Penjaga
masjid
4)
Pendidikan
Kepala Keluarga : SD
5)
Komposisi
Keluarga
No
|
NAMA
|
JK
|
Hub
Dng
KK
|
Umur
|
Pend
|
Status Imunisasi
|
Ket
|
BCG
|
Polio
|
DPT
|
Hepatitis
|
Campak
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
1
|
Zumani
|
P
|
Istri
|
48
|
SD
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
2
|
M.Ulinuha
|
L
|
Anak
|
27
|
SMA
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
3
|
M.Wildan
|
L
|
Anak
|
|
SD
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
4
|
M.Alif Riyanto
|
L
|
Anak
|
20
|
SMP
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
5
|
M.Anisofyan
|
L
|
Anak
|
11
|
SD
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
6
|
M.Silmi Kahfa
|
L
|
Anak
|
9
|
SD
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
7
|
Ramadhani
|
L
|
Anak
|
8 bln
|
-
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Genogram
Genogram :
6) Tipe Keluarga
Keluarga
Tn. Z merupakan tipe keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari Ayah, Ibu
dan anak yang tinggal dalam satu rumah. Jenis perkawinan adalah monogami.
7) Suku Bangsa
Tn.Z dan
Ny.Z berasal dari Tegal Jawa Tengah, bahasa yang di gunakan adalah bahasa
INDONESIA.
8) Agama
Seluruh
keluarga Tn.Z beragama islam, keluarga Tn.Z menjalani ibadah sesuai dengan
agama yang dianutnya. Menurut Tn.Z, Ny.Z selalu mengikuti kegiatan pengajian
yang di adakan rutin tiap minggu di lingkungan rumahnya.
9) Status Sosial Ekonomi Keluarga
Pendapatan
keluarga perbulan tidak tentu karena tidak memiliki pekerjaaan yang tetap.
Penghasilan Tn.Z perhari sebesar Rp. 45.000,- itu pun kalau ada orang yang
membutuhkan tenaganya. Pendapatan tidak mencukupi untuk biaya hidup
sehari-hari. Tn.Z hidup terpisah dari keluarganya sejak tahun 1995, istri Tn.Z
dan anak-anaknya tinggal di Tegal sementara Tn.Z tinggal di Jakarta. Istri Tn.Z
adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki usaha sebuah warung di rumahnya
untuk mencukupi kehidupan sehari-hari keluarganya. Tn.Z tidak mampu untuk
menyisihkan sedikit uang untuk di tabung.
10) Aktivitas Rekreasi Dalam Keluarga
Tn.Z tidak pernah menyediakan waktu khusus untuk
melakukan rekreasi. Penggunaan waktu senggang biasanya dilakukan untuk
membersihkan masjid dan beribadah.
II.
Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
11) Keluarga Tn.Z saat ini sedang menghadapi tahapan keluarga yang melepas anak usia dewasa muda, dimana tugas
perkembanganya antara lain:
a.
Menentukan pasangan hidup
b.
Belajar untuk menyesuaikan diri dan hidup bersama
pasangan (suami atau istri)
c.
Membentuk keluarga
d.
Belajar mengasuh anak
e.
Mengelola rumah tangga
f.
Meniti karir atau melanjutkan pendidikan
g.
Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara secara layak
h. Memperoleh kelompok sosial
yang berjalan dengan nilai-nilai yang di anutnya.
12)
Tugas
Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi sejauh
ini adalah membentuk sosial dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya.
13)
Riwayat
keluarga Inti
Tn.Z mengatakan keluarganya
sudah lama tinggal di Tegal, hanya anak yang pertama sudah tinggal terpisah
dari keluarga karena sudah memiliki keluarga dan sudah menetap di daerah
cikampek. Tn.Z merantau ke Jakarta sejak tahun 1995 tinggal selalu
berpindah-pindah dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap, dan sudah beberapa
tahun ini tinggal di masjid AR-ROYAN dan memiliki profesi sebagai penjaga
masjid.
Tn.Z, saat dilakukan
pengkajian secara fisik dalam keadaan sehat, tetapi sudah sejak 1 bln menderita
penyakit TBC dan sedang menjalani proses pengobatan penyakitnya. Tn.Z sedang
mengkonsumsi obat paket stop TB tahap
intensif awal yaitu RHZE (4 FDC) yang selalu di minumnya 1 x sehari setiap jam
6 pagi, selama 2 bulan. Tn.Z selalu rutin memeriksakan kesehatannya di
puskesmas pondok gede, pada saat pengkajian TD Tn.Z adalah 110/70 mmHg dan N:
80 x/mnt. Menurut Tn.Z, istri dan anak-anaknya saat ini dalam keadaan sehat di
kampung halamanya.
14)
Riwayat
Keluarga Sebelumnya
Tn.Z mengatakan sebelum
pindah ke jakarta pekerjaan yang dilakukan dikampung hanya sebagai petani saja.
Menurut Tn.Z alhamdulillah seluruh keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit TBC kecuali dirinya sendiri.
III.
Lingkungan
15)
Karakteristik
Rumah
Tn.Z saat ini tinggal
bersama temanya dikamar pada sebuah masjid dengan ukuran 2x3 m³, ventilasi
kamar kurang, cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam kamar. Tidak ada dapur
dan kamar mandi, penerangan menggunakan listrik, lantai dari keramik serta
kebersihan masjid dan kamar baik.
Denah rumah:
Masjid memiliki tempat pembuangan sampah yang terletak di
belakang masjid
Air yag digunakan untuk minum sehari-hari adalah air aqua
galon
Pembuangan air limbah langsung ke got. Kondisi selokan
bersih dan tidak banjir saat hujan
16)
Karakteristik
Tetangga Dan Komunitas RW
Hubungan Tn.Z dengan warga
komplek cukup baik, setiap hari mengikuti pengajian yang diadakan di masjid. Tn.Z
selain menjadi penjaga masjid beliau juga sering menjadi imam ketika sholat
berjamaah. Jarak antara rumah saling berdekatan, pekerjaan warga ada yang
dibidang formal dan informal. Suasana pada siang hari sepi dan pada sore hari
terlihat ramai dengan anak-anak. Fasilitas yang ada yaitu rumah ibadah masjid
Ar-Royan, sarana kesehatan puskesmas pondok gede yang letaknya tidak terlalu
jauh dari tempat tinggal Tn.Z. Untuk kerja bakti biasanya dilakukan 2 bulan
sekali.
17)
Mobilitas
Geografis Keluarga
Keluarga Tn.Z setelah
menikah tinggal di Tegal jawa tengah, dan tidak pernah pindah rumah sampai saat
ini. Hanya Tn.Z saja yang merantau ke jakarta sejak tahun 1995 sampai sekarang
dan tinggal di masjid Ar-Royan.
18)
Perkumpulan
Keluarga Dan Interaksi dengan Masyarakat
Tn.Z hidup terpisah dengan
keluarganya dan interaksi keluarga hanya dilakukan lewat telpon saja. Tn.Z
selalu mengikuti kegiatan yang dilakukan di daerah tempat tinggalnya seperti
pengajiann atau ketika ada warga yang meninggal dunia.
19)
Sistem
Pendukung Keluarga
Secara umum seluruh anggota
keluarga Tn.Z sehat, tapi secara khusus pada Tn.Z terkadang mengeluhkan
penyakit TBC yang dideritanya. Menurut Tn.Z dada masih suka sesak tetapi batuk
sudah berkurang, dahak tidak ada, berat badan pun sudah mulai bertambah
sedikit. Bila Tn.Z sakit beliau selalu pergi sendiri ke puskesmas pondok gede
yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tn.Z menggunakan biaya pribadi
ketika sakit karna Tn.Z tidak mempunyai jaminan kesehatan.
IV.
Struktur Keluarga
20)
Pola
Komunikasi Keluarga
Keluarga selalu
berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain menggunakan pola dua arah
walaupun hanya melalui telpon untuk mendukung Tn.Z menjalani program
penyembuhan penyakit TBC yang dideritanya, dan yang mengambil keputusan dalam
keluarga adalah kepala keluarga dengan meminta pendapat pada anggota keluarga
yang lain. Setiap anggota keluarga berhak mengeluarkan pendapat, dan jika ada
permasalahan keluarga selalu membicarakan dan mencari solusinya dengan cara
melakukan musyawarah didalam keluarga, walaupun tidak tinggal serumah.
21)
Struktur
Kekuatan Keluarga
Yang berperan dalam
keluarga adalah Tn.Z sebagai kepala keluarga. Dalam menyelesaikan masalah
keluarga tetap berdasarkan atas musyawarah, dan dalam musyawarah tersebut yang
berperan sebagai pembuat keputusan adalah Tn.Z itu sendiri walaupun tidak
tinggal serumah.
22)
Struktur
Peran (Formal & Informal)
Tn.Z sebagai kepala
keluarga bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dalam keluarganya, istri
berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak-anaknya serta membantu
ekonomi keluarga dengan cara membuka warung dirumah, kemudian anak-anaknya
berperan membantu ibunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah.
23)
Nilai Dan
Norma keluarga
Nilai dan norma yang
berlaku dalam keluarga tersebut sesuai dengan nilai agama yang dianutnya dan
norma yang berlaku dilingkugannya. Jika ada anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (sakit) keluarga tersebut tetap percaya bahwa masalah yang
dialaminya akan ada jalan keluarnya. Tn.Z mendukung apapun yang dilakukan untuk
keluarga dan selalu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkunganya.
Keluarga mempercayai pengobatan medis tetapi juga mempercayai pengobatan non
medis seperti ke alternatif.
V.
Fungsi Keluarga
24)
Fungsi
Afektif
Keluarga Tn.Z yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota
keluarga yang sakit khususnya
Tn.Z yang menderita TBC akan mempercepat
proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit.
25)
Fungsi
Sosial
Tn.Z selalu mengajarkan dan
menekankan pada keluarganya bagaimana berperilaku sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya dalam kehidupan sehari-harinya di rumah dan lingkungan tempat
tinggalnya.
26)
Fungsi
Perawatan Kesehatan
a.
Mengenal
masalah kesehatan
Tn.Z dalam hal kesehatan
kurang mampu mengenal masalah-masalah kesehatan, terbukti dengan ketidak
tahuan keluarga khususny Tn.Z tentang apa yang menyebabkan dirinya menderita TBC. Tn.Z
hanya sedikit mengetahui tentang penyakitnya, pantanganya dan tindakan untuk
membawa ke pelayanan kesehatan.
b.
Mengambil
keputusan yang tepat
Keluarga Tn.Z mampu
mengambil keputusan mengenal tindakan kesehatan yang tepat, hal ini terlihat
dari Tn.Z selalu kontrol ke puskesmas bila obat RHZEnya sudah habis.
c.
Merawat
anggota keluarga yang sakit
Dalam hal ini walaupun Tn.Z tinggal berjauhan dengan
keluarganya tetapi keluarga Tn.Z selalu memberikan motivasi pada Tn.Z agar terus rutin berobat
ke puskesmas.
d.
Memelihara
lingkungan yang sehat
Tn.Z mampu memelihara
lingkungan yang sehat dan rapih. Hal ini terbukti dengan lingkungan masjid
Ar-Royan yang tertata rapih, bersih, ventilasi dan penerangannya yang cukup.
e.
Menggunakan
pelayanan kesehatan di masyarakat
Keluarga mampu menggunakan
yankes yang ada, ini bisa di lihat dari Tn.Z yang selalu rajin kontrol penyakitnya
ke puskesmas untuk mengambil obat-abatan yang wajib diminumnya.
27)
Fungsi
Reproduksi
Tn.Z memiliki 6 orang anak,
satu istri. Seluruh anaknya laki-laki, yang pertama berusia 27 th saat ini sudah berkeluarga dam
memiliki 2 orang anak saat ini masih melanjutkan pendidikan ke s1, anak kedua laki-laki
sudah bekerja dan telah menikah serta sudah memiliki satu orang anak, sedangkan
anak yang ketiga berusia 20 th dan sudah bekerja dan belum menikah. Anak ke
empat dan kelima masih bersekolah di SD, anak yang terakhir laki-laki dan masih
berusia 8 bulan. Ny. S saat ini masih mengikuti program KB dengan menggunakan
IUD (spiral).
28)
Fungsi
Ekonomi
Menurut Tn.Z penghasilannya
kurang mencukupi akan kebutuhan keluarganya, saat ini sibantu juga oleh sang
istri dengan membuka warung dikampung halamanya untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari anak-anaknya. Anak-anaknya sudah berpenghasilan juga membantu
keuangan keluarga walaupun hanya sedikit.
VI.
Stress Dan Koping Keluarga
29)
Stressor
jangka pendek dan jangka panjang
Stressor jangka pendek yaitu Tn.Z memikirkan apakah
penyakit TBC yang di deritanya dapat sembuh, dan dapat melakukan aktivitas
seperti biasa.
Stressor jangka panjang yaitu Tn.Z memikirkan biaya untuk
pengobatan yang akan di keluarkan apabila penyakit yang dideritanya tidak
sembuh.
30)
Kemampuan
Kluarga Berespon Terhadap Stressor
Keluarga Tn.Z selalu berupaya untuk mengatasi masalah
yang terjadi dalam keluarganya, Tn.Z bersyukur karena program dari puskesmas
yang mengratiskan pengobatan bagi penderita TBC.
31)
Strategi
Koping Yang Digunakan
Keluarga khususnya Tn.Z senantiasa menerima keadaan atau
masalah yang terjadi dalam keluarganya tetapi Tn.Z juga berusaha untuk
mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan anak dan keluarga dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
32)
Strategi
Adaptasi Disfungsional
Dalam menghadapi masalah, keluarga khususnya Tn.Z tidak
pernah putus asa dan tidak pernah melampiaskan ke hal-hal yang merugikan diri
sendiri dan keluarga. Tn.Z hanya menghabiskan waktu di masjid saja untuk
beribadah dan membersihkan lingkungan masjid.
VII.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan hanya dilakukan pada Tn.Z saja karena tinggal
terisah dari keluarganya Tn.Z sedang menderita TB Paru ± sudah 2 bulan, saat ini klien sedang
menjalani proses pengobatan TB paru dengan meminum RHZE (4FDC) yang berisi
Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pyrazinamide 400 mg, dan ethambutol 275 mg.
No.
|
PEMERIKSAAN FISIK
|
HASIL
|
1
|
Kepala :
§ Rambut
|
Kulit kepala bersih, rambut sedikit lurus pendek,
sedikit beruban, berminyak, bersih, & tidak rontok
|
|
§
Mata
|
Kelopak mata normal, tidak ada peradangan, conjungtiva
an anemis, sklera an ikterik, & tidak menggunakan kaca mata
|
|
§
Hidung
|
Tidak ada kelainan, hidung simetris, bersih , polip
(-), sinusitis (-) & tidak ada sumbatan
|
|
§
Telinga
|
Bentuk simetris, pendengaran baik, bersih tidak ada
serumen, tidak menggunakan alat bantu dengar
|
|
§
Mulut
|
Bibir lembab tidak pecah-pecah, stomatitis (-), gigi
bersih, tidak ada carries tetapi ada sedikit karang gigi, sikat gigi 2x
sehari
|
2
|
Leher :
§ Tonsil
|
Tonsil kanan kiri normal tidak ada pembesaran dan
peradangan
|
|
§ Kelenjar Tyroid
|
Tidak ada pembesaran
|
3
|
Thorax :
§ Jantung
|
Gallop (-), mur2 (-)
|
|
§ Paru-paru
|
Ronchi (+) di inter costa 4 – 5
dextra, whezing (-), batuk (-), dada simetris, pernafasan dada dan
perut, frek 24 x/mnt
|
4
|
Abdomen
|
Acites (-), bising usus N 15-20 x/mnt, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembesaran hepar
|
5
|
Kulit
|
Warna sawo matang, turgor kulit baik, bersih, tidak ada
penyakit kulit, hyperpigmentasi (-)
|
6
|
Extermitas
|
Oedem (-), tidak ada kelainan pada extermitas atas dan
bawah
5 5
5
5
|
7
|
Lain-lain
|
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 36 ⁰C
RR : 24 x/mnt
BB : 38 kg
|
VIII.
Harapan Keluarga
Keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z selalu berharap untuk dapat menyelesaikan masalah
kesehatan jika ada dirinya ataupun anggota keluarganya mengalami sakit
dengan bantuan petugas kesehatan. Tn.Z juga senang dengan kehadiran perawat dan berharap dapat membantunya untuk menyelesaikan masalah kesehatan keluarga saat ini
yaitu TB
Paru yg diderita oleh Tn.Z
sendiri.
IX.
DATA TAMBAHAN
Keluarga
Tn.Z khususnya Tn.Z, setiap hari makan sebanyak 2x sehari. Pola eliminasi Tn.Z untuk BAB 1-2 x/hr, BAK 5-6 x/ hr, aktifitas sehari-hari Tn.Z adalah sebagai penjaga atau pengurus masjid
Ar-Royan. Untuk istirahat dan tidur,
biasanya
Tn.Z tidur siang mulai jam 14.00 WIB sampai dengan jam 15.00 WIB, kalau tidak
tidur biasanya kegiatan yang dilakukanya adalah tadarusan di masjid tempat
tinggalnya. Waktu tidur malam hari biasanya dilakukan pada pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 04.30 WIB
sebelum tidur biasanya melakukan dengan kegiatan tadarusan terlebih dahulu.
ANALISA
DATA
No.
|
DATA
|
MASALAH
|
PENYEBAB
|
1
|
DS :
-
Tn.Z bertanya tentang cara penularan dan pencegahan penyakit TB paru
-
Menurut Tn.Z ia tinggal sekamar dengan temanya
-
Tn.Z mengatakan batuknya sudah jarang dan tidak berdahak
DO :
-
Tn.Z kurang mengetahui tentang cara penularan, pencegahan penyakit TB
Paru.
-
Tn.Z tidur satu kamar dengan
temannya.
-
Tidak ada pengkhususan alat tenun dan alat makan
|
Resiko penularan penyakit
TB Paru
|
Ketidak mampuan keluarga Tn.Z
khususnya Tn.Z dalam mengenal masalah resiko terjadinya penularan TB Paru
|
2
|
DS :
-
Tn.Z selalu bertanya tentang
pengertian, tanda dan gejala yang ditimbulkan, cara penularan dan pencegahan,
komplikasi dan pengobatan dari penyakit TB paru.
-
Menurut klien sudah menderita
TB sejak 2 bln yang lalu dan sedang
menjalani pengobatan.
-
Tn.Z mengatakan tidak tahu
akibat yang ditimbulkan oleh penyakit TB Paru bila tidak diobati secara
teratur.
DO :
- Klien tampak selalu bertanya tentang penyakitnya
- Klien sedang menjalani pengobatan di puskesmas dan mengkonsumsi obat RHZE
- Klien bertanya tentang akibat dari pengobatan yang tidak rutin dan tuntas
- Klien tidak dapat menjawab ketika ditanya oleh perawat tentang penyakit
TB paru yang dideritanya
|
Kurang pengetahuan tentang pengertian TB Paru, tanda
dan gejala yang ditimbulkan, cara penularan dan pencegahan, komplikasi dan
pengobatan dari penyakit TB paru.
|
Kurang informasi dan
keterbatasan kemampuan
keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z dalam menerima informasi
|
PRIORITAS MASALAH
Masalah
: Resiko penularan penyakit TB Paru b/d
Ketidak mampuan keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z dalam mengenal masalah resiko terjadinya
penularan TB Paru
No
|
KRITERIA
|
PERHITUNGAN
|
NILAI
|
PEMBENARAN
|
1
|
Sifat masalah :
Ancaman
kesehatan
|
2/3 X 1
|
2/3
|
Penularan belum terjadi tapi resiko terjadinya
penularan cukup besar.
|
2
|
Kemungkinan masalah dapat diubah :
Dengan mudah
|
2/2 X 1
|
2
|
Tn.Z mau
memeriksakan kesehatannya secara teratur dan mengikuti program P2TB
Paru di puskesmas sampai tuntas
|
3
|
Potensial masalah untuk dicegah :
Cukup
|
2/3 X 1
|
2/3
|
Penularan penyakit TB Paru dapat dicegah dengan
tindakan sederhana yang dapat dilakukan tanpa biaya.
|
4
|
Menonjolnya masalah :
Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani
|
1 X 1
|
1
|
Keluarga kurang mengetahui kalau penyakit TB Paru
sangat menular
|
JUMLAH
|
|
4 1/3
|
|
Masalah : Kurang pengetahuan tentang pengertian TB Paru, tanda dan gejala yang
ditimbulkan, cara penularan dan pencegahan, komplikasi dan pengobatan dari
penyakit TB paru b/d kurang informasi dan keterbatasan kemampuan keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z dalam menerima informasi
No
|
KRITERIA
|
PENGHITUNGAN
|
NILAI
|
PEMBENARAN
|
1
|
Sifat masalah :
Ancaman
kesehatan
|
2/3 X 1
|
2/3
|
Keluarga khususnya Tn.Z tidak memahami dengan baik tentang masalah kesehatan yang dialami oleh Tn.Z
|
2
|
Kemungkinan masalah dapat
diubah :
Dengan mudah
|
2/2 X
2
|
2
|
Pemberian informasi tentang
penyakit dan kebutuhan perawatan akan dapat dengan mudah dipahami oleh Tn.Z karena kemampuan keluarga khususnya Tn.Z menyerap
informasi sangat baik
|
3
|
Potensial masalah untuk dicegah :
Cukup
|
2/3 X 1
|
2/3
|
Membantu keluarga khususnya
Tn.Z memahami masalah penyakitnya
bisa dilakukan melalui
pemberian informasi tentang TB Paru secara rutin dan jelas
|
4
|
Menonjolnya masalah:
Masalah berat harus segera
ditangani
|
2/2 x 1
|
1
|
Keluarga khususnya Tn.Z tidak merasakan adanya
masalah yang harus segera ditangani
|
JUMLAH
|
|
7/3
|
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN
PRIORITAS
1)
Resiko penularan penyakit TB Paru b/d Ketidak mampuan
keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z dalam mengenal masalah resiko terjadinya penularan
TB Paru
2)
Kurang pengetahuan tentang pengertian TB Paru, tanda dan
gejala yang ditimbulkan, cara penularan dan pencegahan, komplikasi dan
pengobatan dari penyakit TB paru b/d kurang
informasi dan keterbatasan kemampuan
keluarga Tn.Z khususnya Tn.Z dalam menerima informasi